ROTE (MENGAJAR) DALAM KAMERA!
Suatu pagi
yang dingin di Bandung, saya terbangun seperti hari-hari sebelumnya. Namun hari
ini ada yang berbeda dari bangun pagi biasanya. Saya buka telepon genggam dan
tertuju pada sosial media berlambang burung biru muda sedang berkicau. Yak
tepat, Twitter! Dari linimasa saya ada satu kicauan yang membuat mata saya
tertahan sekitar sepuluh detik dari salah satu akun fotografer senior kompas,
yaitu @arbainrambey. Ia meretwit tentang info pendaftaran relawan fotografer
dan videografer kegiatan Rote Mengajar. Singkatnya, saya diterima sebagai
relawan fotografer di SDN Telunulu Kecamatan Rote Barat Laut!
Let the
story begins!
Hari pertama
saya tiba di Pelabuhan Ba’a, Rote. Ramai! Terasa sekali nuansa Bhinneka Tunggal
Ika terbawa ke pulau paling selatan di Indonesia siang itu. Semangat para
relawan beserta panitia membuat saya yakin, pilihan saya menjadi relawan
fotografer adalah sebuah rencana Tuhan. Sore harinya, setelah kegiatan dari
rumah dinas Bupati Rote Ndao para relawan dimobilisasi per masing-masing
sekolah untuk acara penyambutan kecil. Pukul 17.18 WITA saya dan tiga relawan
lain yaitu Mbak Imelda, Pak Kristom, dan Adit tiba di SDN Telunulu Kecamatan
Rote Barat Laut. Upacara penyambutan berupa tarian daerah dari guru dan warga
sekitar sekolah menghapus gerimis yang mengiringi kedatangan kami di SDN
Telunulu sore itu. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju rumah hostfam yang
disediakan, yaitu Ibu Hosahori Eumanafe. Di sini kami disambut dengan sangat
ramah oleh beliau. Kami langsung dijamu seperti layaknya keluarga sendiri oleh
beliau. Tak luput setelah jamuan makan malam dari Ibu Hosahori membuat kami
semakin akrab untuk mempersiapkan kegiatan mengajar esok harinya.
Dihari
kedua, saya bangun lebih pagi dari biasanya. Tak sabar ingin segera bertemu
dengan anak-anak SDN Telunulu. Sebagai relawan fotografer, saya sudah
mempersiapkan foto apa saja yang sekiranya akan saya buat di lapangan nanti.
Karena proses mewujudkan imaji menjadi gambar dua dimensi adalah kenikmatan
tersendiri bagi saya. Daaaaan, bum! Berikut dilampirkan beberapa imaji saya
yang berhasil tertuang dalam foto.
|
Gambar 1 Adit Frans, relawan professional yang memperkenalkan profesi peselancar
|
|
|
Gambar 2 Imelda, sedang menyampaikan materi tentang hal-hal yang dilakukan untuk mencapai kesuksesan
|
|
|
Gambar 3 Para siswa sedang menyelesaikan puzzle yang diberikan oleh relawan profesional |
Saat
pengenalan kegiatan profesi berlangsung, saya cukup antusias mengabadikan
gambar anak-anak dan para rekan relawan profesi yang menjabarkan keistimewaan
masing-masing dari mereka. Namun disitu saya merasa tertantang untuk tidak
hanya mengabadikan kegiatan pengenalan keprofesian, tetapi ikut serta
menyampaikan profesi yang saya geluti. Saya yang masih berstatus sebagai
mahasiswa Teknik Kelautan, lebih memilih menyampaikan keprofesian saya sebagai
fotografer. Mengapa demikian? Karena saya yakin anak-anak SD akan lebih
mengerti tentang profesi fotografer karena saya membawa alat langsung yaitu
kamera dan beberapa lensa serta foto dan video hasil dokumentasi langsung di
tempat. Prediksi saya benar. Anak-anak SD tersebut sangat antusias ketika saya
menjelaskan mereka tentang profesi fotografer secara singkat. Nyatanya, fotografer
adalah profesi baru bagi mereka.
|
Gambar 5 Foto bersama warga sekolah seusai kegiatan mengajar |
|
Gambar 6 Gate to heaven |
Kegiatan mengajar ditutup dengan apel siang dan foto bersama para warga
sekolah beserta relawan. Selanjutnya kami para relawan berencana menuju Pantai
Nemberala sembari menunggu waktu parenting di sore harinya. Pantai Nemberala
adalah salah satu objek wisata yang masih bersih dan tenang. Cukup ditempuh sekitar
setengah jam dari SDN Telunulu untuk menikmati pantai yang indah ini.
|
Sore harinya
kami kembali ke Desa Tolama untuk melanjutkan acara parenting. Kegiatan yang diselenggarakan di gereja ini bertujuan
untuk melakukan tukar pikiran antara relawan dan guru serta orang tua. Parenting berlangsung selama dua
setengah jam yang mana membahas apa saja tantangan dalam pendidikan di SDN
Telunulu. Tantangan-tantangan tersebut antara lain masih minimnya daya dukung
yang kuat dari keluarga akan pentingnya pendidikan. Sebagian besar anak-anak
SDN Telunulu belum terbayang cita-cita apa yang nantinya akan mereka rengkuh.
Tantangan lainnya adalah tradisi turun temurun yang mengutamakan kegiatan
gengsi / senang-senang. Kegiatan ini tentunya menguras banyak materi dari setiap
warga di Desa Tolama yang akhirnya menyebabkan anak putus sekolah karena
keterbatasan biaya. Solusi yang ditawarkan oleh relawan adalah dengan
mengutamakan pendidikan daripada tradisi turun temurun yang hanya memberikan
kesenangan sejenak.
Keesokan
harinya merupakan hari penutupan secara resmi acara Rote Mengajar. Acara tidak
hanya berhenti disitu bagi saya dan beberapa relawan lainnya. Kami memilih
untuk memperpanjang masa kunjungan di Rote. Mulanya tujuan awal kami adalah
mengeksplor keindahan Pulau Rote. Di hari pertama masa perpanjangan, kami
bersama Bapak Lanal TNI AL menyebrang ke Pulau Ndana melalui Pantai Oeseli.
Pulau Ndana adalah pulau yang terletak di sebelah selatan Pulau Rote dan
berbatasan langsung dengan Australia. Di pulau ini terdapat Markas TNI AL dan
Marinir guna menjaga stabilitas keamanan perairan Indonesia. Berikut
|
Gambar 7 Beberapa relawan memilih berenang untuk mencapai tepi pantai Pulau Ndana ditampilkan beberapa keindahan Pulau Ndana dari lensa kamera saya. |
|
Gambar 8 Check point Pulau Ndana |
|
Gambar 9 Para relawan berfoto bersama dengan latar belakang patung Jenderal Soedirman |
|
Gambar 10 Keindahan Pantai Bo’a |
|
Selanjutnya
eksplorasi keindahan Pulau Rote kami tertuju pada Pantai Bo’a. Pantai yang
terletak di sebelah barat Pulau Rote ini cukup sepi dan bersih. Gelombangnya
yang cukup tinggi terkenal sampai telinga para peselancar internasional
sehingga menarik mereka untuk berselancar di pantai ini. Usai menikmati
indahnya Pantai Bo’a, perjalanan kami hari itu ditutup dengan objek wisata
terakhir yaitu Mata Air Oemau. Mata air ini merupakan mata air tawar yang bisa
diminum. Banyak truk air isi ulang mengambil air dari mata air ini. Mata Air
Oemau juga menjadi tempat hiburan bagi anak-anak sekitarnya untuk bermain air
sambil menutup senja. |
Hari kedua
masa perpanjangan, kami menetap di Kos Anggrek milik Bapak Melky. Bapak Melky
memperbolehkan kami bertujuh menggunakan dua kamar kos miliknya. Hari itu adalah
hari Minggu, dimana merupakan hari besar bagi sebagian masyarakat Rote untuk
beribadah ke gereja. Kami bertujuh berencana melanjutkan kegiatan eksplorasi
menuju objek wisata Mulut Seribu. Objek wisata Mulut Seribu yang terletak di Rote
Timur Sering juga disebut ‘Raja Ampatnya Pulau Rote’ karena terdiri dari
beberapa gugusan pulau kecil berpadu dengan air laut biru yang jika dilihat
dari salah satu puncak sekilas mirip seperti objek wisata Raja Ampat di Papua.
Selesai dari Mulut Seribu kami kembali ke arah alun-alun Ba’a untuk menikmati
sajian ikan laut segar. Sajian ikan laut seperti cumi, ikan kakap merah, tuna,
dan barakuda menjadi menu kami malam itu. Tidak lama setelah kami makan, Ibu
Mimi salah satu pengajar muda menghubungi kami mengabarkan bahwa esok hari kami
diminta mengajar salah satu SD di Kecamatan Rote Tengah. Mendengar kabar itu
kami menyambutnya dengan antusias. Malam hari sebelum tidur kami mempersiapkan teklap
mengajar esok hari. Kami sadar mengajar merupakan kebahagiaan tersendiri karena
kami masih bisa berbagi tentang profesi kami kepada anak-anak SD yang lucu
serta antusias.
Keesokan
paginya, kami menunggu jemputan dari Kak Marcel selaku penanggung jawab
Kecamatan Rote Tengah. Kak Marcel datang tepat pukul 08.30 WITA dan langsung
membawa kami menuju SD-SMP Panamamen di Rote Tengah. Perjalanan ditempuh selama
kurang lebih satu setengah jam dikarenakan medan jalan yang tidak bersahabat untuk
dilewati mobil. Sesampainya di SD-SMP Panamamen kami langsung melihat
antusiasme adik-adik dari jauh untuk segera berinteraksi. Setelah briefing dan sambutan kecil dari pihak
sekolah, kami langsung berbagi tugas untuk mengisi kelas sesuai teklap malam
sebelumnya. Saya yang bertugas sebagai dokumentasi tunggal akhirnya ikut
menjelaskan tentang profesi fotografer pada sesi terakhir, sesi bersama
anak-anak SMP Panamamen. Bermodalkan kamera, lensa, serta dokumentasi foto dan
video saya berhasil menjelaskan dengan singkat apa itu profesi fotografer. Usai
sesi mengajar, seluruh perangkat sekolah beserta relawan berkumpul di tengah
lapangan untuk bernyanyi dan menerbangkan pesawat cita-cita bersama. Yang
terakhir, seluruh peserta di lapangan menyanyikan lagu wajib Indonesia Pusaka.
Suasana saat itu sungguh khidmat, saya yang mengabadikan peristiwa tersebut
dalam video pun menahan diri agar tidak mengeluarkan air mata. Sungguh
menakjubkan bukan, di salah satu daerah terpencil Indonesia saya bisa.
|
Gambar 11 Ibu Siti sebagai guru Bahasa Inggris menjelaskan materi dengan bernyanyi |
|
Gambar 12 Ibu Erni dan Rendy menampilkan video tentang tugas pokok Direktorat Jenderal Bea Cukai |
|
Gambar 13 Ibu Galih dan Bang Bob berinteraksi dengan siswa SMP saat penyampaian materi |
|
Gambar 14 Suasana games di lapangan SD-SMP Panamamen |
Hari
keempat perpanjangan di Rote kami memutuskan untuk pindah rumah hostfam ke daerah Kecamatan Rote Barat
Laut. Hal ini dikarenakan hari sebelumnya kami bertemu salah satu guru SD dari
Kecamatan Rote Barat Laut yang menawarkan kami untuk mengajar. Tentu saja
tawaran itu kami terima dengan senang hati. Setelah berpamitan dengan Bapak
Melky, kami segera beranjak menuju rumah hostfam
selanjutnya. Rumah Kak Petson, ketua acara Rote Mengajar menjadi tujuan
kami selanjutnya. Di rumah Kak Petson kami berhenti sejenak untuk menurunkan
barang sebelum melanjutkan perjalanan. Setelah di perjalanan kami baru dikabari
bahwa kelas mengajar di Rote Barat Laut ditiadakan hari ini karena suatu alasan.
Tak hilang arah, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju objek
wisata Mando’o atau yang lebih dikenal dengan objek wisata Tangga Tiga Ratus.
Dari puncak Mando’o, kabarnya lampu-lampu perkotaan di Australia bisa terlihat
dari sini pada malam hari.
|
Gambar 16 Pemandangan pantai dari atas tebing di depan markas Lanal TNI AL |
|
Gambar 15 Pemandangan dari puncak Mando’o
|
|
|
Gambar 17 Siluet para relawan berlatar matahari terbenam |
|
Gambar 18 Berfoto bersama Adit seusai jamuan makan malam |
Puas menikmati keindahan Rote dari puncak kami
melanjutkan perjalanan menuju markas Lanal TNI AL. Menurut salah satu relawan
yang pernah kesana sebelumnya, di depan markas Lanal TNI AL terdapat pantai
yang sangat indah dinikmati saat matahari terbenam. Benar saja, sesampainya di
TNI AL saya segera berlari menuju pantai yang telah disebutkan. Dan saya
kembali dibuat bersyukur sambil berucap dalam hati ‘Tuhan menciptakan keindahan
alam Rote sambil tersenyum’. Kami menghabiskan saat-saat matahari terbenam di
pinggir tebing sampai adzan maghrib menjelang. Perjalanan kami berikutnya
tertuju pada Anugerah Dive & Resort di Pantai Nemberala milik Pak Frans dan
Adit. Kami disambut hangat oleh mereka dengan jamuan makan malam sebelum kami
melanjutkan perjalanan pulang menuju rumah Kak Petson.
Keesokan
harinya, kami memutuskan untuk meninggalkan Rote dan kembali ke Kupang. Kami
diantar menuju Pelabuhan Ba’a oleh Kak Petson pada pukul 09.30 WITA.
Sesampainya di Pelabuhan Ba’a kami menunggu kedatangan kapal sampai jam 11.00.
Disela-sela menunggu kapal datang, ternyata kabar kepulangan kami kembali ke
Kupang terdengar oleh para relawan asli Rote dan Pengajar Muda yang ada di Rote.
Kak Marcel, Ibu Siti, dan Pak Andi dari Lanal TNI AL menyempatkan waktu untuk
menemui kami di Pelabuhan Ba’a. Kami melakukan foto bersama sebelum akhirnya
menuju kapal untuk meninggalkan Rote.
Sekian
catatan perjalanan singkat saya selama berada di Pulau Rote. Pulau ini banyak
mengajarkan saya tentang berbagai aspek khususnya dunia pendidikan. Betapa saya
harus banyak bersyukur memiliki kesempatan untuk meraih pendidikan tinggi dan memiliki
tanggung jawab yang besar untuk ikut membangun pendidikan di daerah yang massih
tertinggal. Sampai jumpa lagi Rote, diwaktu yang berbeda dengan orang-orang
hebat lainnya.
"Bahwasanya ada kesenjangan pendidikan dan keindahan alam tersendiri di bumi Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur"
Author : Radityo Wahyu Utomo,
Belajar fotografi secara otodidak sejak 2008. fotografi membawanya untuk mengelilingi tempat-tempat indah di Indonesia. Saat ini, selain berkonsentrasi menempuh pendidikan S2, ia juga mengerjakan proyek foto diJakarta. Disela-sela kegiatannya selalu menyempatkan diri untuk traveling dan mengekplorasi wilayah yang dikunjunginya.