- Back to Home »
- LDR (Long Distance to Rote)
Posted by : Unknown
Selasa, 31 Maret 2015
Melakukan
perjalanan seorang diri sebenarnya adalah salah satu hal yang sering
saya lakukan, akan tetapi memutuskan untuk melakukan perjalanan sejauh
ini dengan budget yang serba terbatas merupakan pengalaman baru bagi
saya. Sempat pesimis untuk melakukan perjalanan
ini apalagi dengan serba keterbatasan yang saya miliki, akan tetapi ada
niat
yang lebih besar yang mendorong saya untuk terus melangkah dan
memantapkan hati
untuk terus berjalan.
Dengan membawa budget kurang dari 2 juta rupiah, perjalanan ini pun saya mulai. 13 Maret 2015, bersama teman-teman dari KOMUNITAS HEBAT berangkat dari Ibukota menuju Kota Jogja, sempat bermalam beberapa hari sambil menemani mereka untuk menjelajah kota Pacitan. Dari Jogja kemudian saya pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi, masih menggunakan gerbong besi andalan, kereta api. Pada perjalanan Jogja-Banyuwangi, saya bertemu dengan seorang teman yang juga pecinta jalan-jalan, Fida namanya. Kemudian tanpa diminta tiba-tiba ia menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Pulau Komodo. Ia kaget ketika melihat bahwa menurutnya kesejahteraan masyarakat disana masih minim. Sanitasi yang tidak baik, tingkat kesehatan yang rendah, sumber listrik belum merata, pendapatan masyarakat yang masih sangat bergantung pada alam membuat pemasukan per kepala keluarga minim. Kemudian saya bertanya dalam hati, jika masih banyak daerah yang seperti itu, apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka?
Perjalanan saya dimulai, karena sudah memutuskan untuk melalui jalur darat maka rute yang akan saya tempuh adalah Jogja – Banyuwangi – Bali – Lombok – Bima – Labuan Bajo – Ende – Kupang – Rote. Sepanjang perjalanan, saya bertemu dengan orang-orang yang memiliki kisah hidup yang luar biasa, seperti Pak Muzi, Pak Qodri dan Pak Marsono misalnya. Mereka memiliki profesi yang sama, yaitu supir truk barang antar pulau. Pak Muzi merupakan sosok yang memiliki tekad agar anak-anaknya dapat memiliki pendidikan yang tinggi dan bisa melampaui kedua orang tuanya, semangat Pak Muzi untuk berjuang dan menanamkan doktrin bahwa pendidikan sekarang merupakan sebuah kebutuhan primer yang harus terpenuhi patut dicontoh, karena dulu ia sama sekali tidak paham bahwa pendidikan adalah hal yang pantas untuk dikejar. Lain halnya dengan Pak Muzi yang senang bercerita, Pak Qodri merupakan sosok yang pendiam menurut saya, tidak terlalu banyak bercerita walau sudah dipancing-pancing. Beliau memiliki tiga orang anak, dua yang pertama telah menikah, tinggal si bungsu yang sudah berada di bangku akhir sekolah kejuruan. Pak Qodri orangnya keras, walau begitu ia memiliki harapan besar agar si bungsu dapat melanjutkan sekolah hingga jenjang perguruan tinggi.
Pada perjalanan Labuan Bajo – Ende saya bertemu dengan Pak Marsono yang merupakan sosok yang cinta keluarga, dulu beliau merupakan seorang yang pernah terjebak dalam dunia hitam, profesi illegal pun pernah dikerjakannya semasa ia merantau di Ibukota, lantas akhirnya tersadar ketika sudah memiliki keluarga kecilnya. Ia selalu menekankan agar selalu berpikir positif agar kita tidak terjerumus pada hal negatif. Pada kesempatan ini saya juga beretemu dengan sosok lainnya, Pak H.M Suprapto namanya, beliau bekerja di salah satu travel agent yang ada di Bali. Semasa kecilnya, Pak Suprapto sempat putus sekolah, karena masalah ekonomi. Banyak hal yang diceritakan Pak Suprapto, dari kisah lika-liku kehidupannya hingga episode ketamakan manusia yan terjadi dalam hidupnya.
Selain mendapat pengalaman dari kisah hidup orang-orang yang saya temui. Suka duka perjalanan pun saya alami, karena keterbatasan budget yang saya miliki, penghematan makan saya lakukan agar mencukupi kebutuhan terutama untuk hal-hal yang tidak terencana. Pun banyak kejutan yang saya temui di perjalanan, di Bima dan Ende saya dipertemukan dengan teman-teman tim Ekspedisi NKRI, rasa suka cita kerena bisa saling bertemu kembali dan paling tidak mendapatkan tempat istirahat yang layak merupakan hal yang sangat saya syukuri dalam perjalanan ini. Karena saya yakin dan saya percaya, niat yang baik akan selalu diluruskan jalannya. Dan saya bersyukur dan berterima kasih selalu dipertemukan dengan orang-orang baik dan bisa memberikan inspirasi pada saya hingga sekarang ini.
Bersyukur bisa menjamah keindahan Indonesia, Danau Kelimutu, Ende.
Perjalanan ini juga disponsori oleh tekad yang kuat untuk bergabung bersama teman-teman di Rote Mengajar, sebagai seorang sarjana pendidikan, jiwa saya terpacut untuk berbuat sesuatu dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia yang saya cintai. Berbagi pengalaman dengan anak-anak disana juga merupakan suatu hal yang tidak sabar untuk saya nantikan.
Tunggu saya disana, Rote.
Berani Traveling, Berani Education, Berani Sharing Dalam Mencari Makna Perjalananmu!Ikuti travel blog TES NUSANTARA KU di social media : Instagram @tesnusantara, Twitter @bungbob & like Facebook tes nusantara.
"Guru bukanlah sebuah profesi, guru bukanlah merupakan sebuah pekerjaan, tapi guru merupakan sebuah amanah yang harus kita tunaikan, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan belas apapun."Sebuah kalimat yang sangat berarti untuk saya, sebuah pesan dari seorang ibu untuk anaknya. Di dalam doa, saya selalu berharap agar pesan tersebut dapat saya amalkan di setiap kesempatan yang saya miliki, termasuk dalam kesempatan mengajar di Pulau Rote ini.
Dengan membawa budget kurang dari 2 juta rupiah, perjalanan ini pun saya mulai. 13 Maret 2015, bersama teman-teman dari KOMUNITAS HEBAT berangkat dari Ibukota menuju Kota Jogja, sempat bermalam beberapa hari sambil menemani mereka untuk menjelajah kota Pacitan. Dari Jogja kemudian saya pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi, masih menggunakan gerbong besi andalan, kereta api. Pada perjalanan Jogja-Banyuwangi, saya bertemu dengan seorang teman yang juga pecinta jalan-jalan, Fida namanya. Kemudian tanpa diminta tiba-tiba ia menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Pulau Komodo. Ia kaget ketika melihat bahwa menurutnya kesejahteraan masyarakat disana masih minim. Sanitasi yang tidak baik, tingkat kesehatan yang rendah, sumber listrik belum merata, pendapatan masyarakat yang masih sangat bergantung pada alam membuat pemasukan per kepala keluarga minim. Kemudian saya bertanya dalam hati, jika masih banyak daerah yang seperti itu, apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka?
Perjalanan saya dimulai, karena sudah memutuskan untuk melalui jalur darat maka rute yang akan saya tempuh adalah Jogja – Banyuwangi – Bali – Lombok – Bima – Labuan Bajo – Ende – Kupang – Rote. Sepanjang perjalanan, saya bertemu dengan orang-orang yang memiliki kisah hidup yang luar biasa, seperti Pak Muzi, Pak Qodri dan Pak Marsono misalnya. Mereka memiliki profesi yang sama, yaitu supir truk barang antar pulau. Pak Muzi merupakan sosok yang memiliki tekad agar anak-anaknya dapat memiliki pendidikan yang tinggi dan bisa melampaui kedua orang tuanya, semangat Pak Muzi untuk berjuang dan menanamkan doktrin bahwa pendidikan sekarang merupakan sebuah kebutuhan primer yang harus terpenuhi patut dicontoh, karena dulu ia sama sekali tidak paham bahwa pendidikan adalah hal yang pantas untuk dikejar. Lain halnya dengan Pak Muzi yang senang bercerita, Pak Qodri merupakan sosok yang pendiam menurut saya, tidak terlalu banyak bercerita walau sudah dipancing-pancing. Beliau memiliki tiga orang anak, dua yang pertama telah menikah, tinggal si bungsu yang sudah berada di bangku akhir sekolah kejuruan. Pak Qodri orangnya keras, walau begitu ia memiliki harapan besar agar si bungsu dapat melanjutkan sekolah hingga jenjang perguruan tinggi.
Bersama Pak Marsono |
Bersama Pak H.M Suprapto |
Pada perjalanan Labuan Bajo – Ende saya bertemu dengan Pak Marsono yang merupakan sosok yang cinta keluarga, dulu beliau merupakan seorang yang pernah terjebak dalam dunia hitam, profesi illegal pun pernah dikerjakannya semasa ia merantau di Ibukota, lantas akhirnya tersadar ketika sudah memiliki keluarga kecilnya. Ia selalu menekankan agar selalu berpikir positif agar kita tidak terjerumus pada hal negatif. Pada kesempatan ini saya juga beretemu dengan sosok lainnya, Pak H.M Suprapto namanya, beliau bekerja di salah satu travel agent yang ada di Bali. Semasa kecilnya, Pak Suprapto sempat putus sekolah, karena masalah ekonomi. Banyak hal yang diceritakan Pak Suprapto, dari kisah lika-liku kehidupannya hingga episode ketamakan manusia yan terjadi dalam hidupnya.
Selain mendapat pengalaman dari kisah hidup orang-orang yang saya temui. Suka duka perjalanan pun saya alami, karena keterbatasan budget yang saya miliki, penghematan makan saya lakukan agar mencukupi kebutuhan terutama untuk hal-hal yang tidak terencana. Pun banyak kejutan yang saya temui di perjalanan, di Bima dan Ende saya dipertemukan dengan teman-teman tim Ekspedisi NKRI, rasa suka cita kerena bisa saling bertemu kembali dan paling tidak mendapatkan tempat istirahat yang layak merupakan hal yang sangat saya syukuri dalam perjalanan ini. Karena saya yakin dan saya percaya, niat yang baik akan selalu diluruskan jalannya. Dan saya bersyukur dan berterima kasih selalu dipertemukan dengan orang-orang baik dan bisa memberikan inspirasi pada saya hingga sekarang ini.
Bersyukur bisa menjamah keindahan Indonesia, Danau Kelimutu, Ende.
Perjalanan ini juga disponsori oleh tekad yang kuat untuk bergabung bersama teman-teman di Rote Mengajar, sebagai seorang sarjana pendidikan, jiwa saya terpacut untuk berbuat sesuatu dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia yang saya cintai. Berbagi pengalaman dengan anak-anak disana juga merupakan suatu hal yang tidak sabar untuk saya nantikan.
Tunggu saya disana, Rote.
"Mengabdi adalah suatu amanah yang harus dijalankan."
"Tatap terus matamu untuk melihat masa depan putera-puteri yang mempunyai hak untuk mengenyam pendidikan.
Ulurkan tanganmu untuk selalu membantu antara sesama dan lantangkan suaramu untuk membangun bangsa ini lebih maju lagi.
Selalu semangat dan jalankan amanahmu."
Author : Edvan Zakaria S.Pd
Seorang lulusan sarjana pendidikan yang ingin sekali mengabdikan
ilmunya di mana saja dengan semangat berbagi dan menyebarkan semangat positif
untuk orang-orang di sekitarnya. Memulai perjalanannya meninggalkan hiruk-pikuk
ibukota yang sudah membesarkannya selama ini, untuk berbagi. Tulisan ini
dibuat untuk menginspirasi pemuda pemudi, karena bahwasanya pengalaman adalah
guru terbaik dalam kehidupan ini dan traveling adalah salah satu bentuk
pembelajaran dari proses perjalanan ini dan dapat berbagi dengan siapun, dimana
kita dapat berguna dan bermanfaat untuk banyak orang
Berani Traveling, Berani Education, Berani Sharing Dalam Mencari Makna Perjalananmu!Ikuti travel blog TES NUSANTARA KU di social media : Instagram @tesnusantara, Twitter @bungbob & like Facebook tes nusantara.